Senin, 02 Mei 2011

Tunangan Vs Cintaku (2)

By     Eli Susiani Ginting
Mahasiswi Sekolah Tinggi Akutansi Negara
Eli Ginting















(Sambungan...)
Kutatap lagi mata itu. Mata yang penuh ketulusan, sama seperti yang kulihat 12 tahun yang lalu dan tidak pernah berubah.
“Aku....aku ga tahu. Maaf Vin, aku belum bisa beri jawaban sekarang. Aku masih terkejut, aku....”
“Ssst...no problems, baby. Aku ga ingin kamu terburu-buru buat ambil keputusan. Maaf juga udah buat kamu jadi punya PR karena ini.” “Hahhahaa” tawanya renyah sambil mengacak rambutku.
“Dengar suara hati kamu.Kita harus memastikan cinta yang kita pilih. Jangan sampai asal pilih, ntar nyesal lho. Seperti yang kamu katakan beberapa tahun yang lalu, ketika aku mencari jati diriku.”
Sejenak kami berdua terdiam. Memandang kosong ke depan. Hanya pemandangan gunung, pohon dan bangunan-bangunan yang tampak kecil, yang menjadi alasan satu-satunya untuk menenangkan diri sejenak.
I just want you to know, I Love you so much ... Aku sayang kamu.”
Statementnya terdengar sangat indah, seindah pemandangan alam yang membentang di depanku. Lama aku memandang ke depan, seperti yang Alvin juga sedang lakukan. Aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan saat ini, karena pikiranku juga melayang jauh, jauh ke suatu tempat, hingga akhirnya berhenti pada nama seseorang.Oh, no!
“Vin,aku...aku... aku lapar. Hahahaha”
“Hahahaha, aku juga.Yuk kita cari makan.”

Malam ini begitu kelabu, seperti hatiku yang sedang kabur. Berusaha mencari jawaban tapi tiada jawaban jelas yang kutemukan. Bimbang dan membingungkan buatku.
“Pagi,Sayang.Gimana jalan-jalannya kemarin bareng Alvin?”
“Pagi ma,very excited. Mama tahu kan aku paling suka melihat pemandangan alam, Alvin ajak Dian kesana ma.”
 “Alvin memang paling bisa buat kamu senang.Dia begitu mengerti kemauan putri papa yang cantik ini. Papa bangga sama dia.”
“Sayang, hari ini kamu temenin mama belanja ya.Ga ada acara kan?”
“Ok,ma.”
Senang rasanya hari ini. Menemani mama belanja, jalan bersama teman-teman SMA. Malam ini Alvin datang berkunjung dan kami menghabiskan waktu bercerita, bercanda bersama mama dan papa.
See you my little star.”
“Daagh beruang kuyus.”
Aku membuka laptop dan membiarkan diri hanyut dalam komunikasi jarak jauh versi dunia maya melalui facebook.Ketika sebuah pesan chat muncul di bagian bawah layar.
“Hello Dian..Met malam,how are you,girl?”
Sejenak jantungku berdebar kuat. Aku pun mencoba mencari kekuatan dan keberanian. Setelah menarik nafas panjang...,yeah, ini sedikit menenangkan. Jari jemariku mulai menekan tombol-tombol keyboard, menyusun kata dan kalimat  sebaik mungkin, berusaha menutupi kegugupan yang sedang melanda diriku saat ini.
“Ummh, Sam? Ya, aku baik. Kamu gimana di sana?”
“Kurang baik. Setiap hari menantikan seseorang kembali, untuk memberi tahu sesuatu padanya.”
“Ngomong apa sih, Sam?Siapa yang kamu nantikan? Mau curhat soal Rena lagi,ya? Huh,dasar.Dua hari lagi aku balik ko, tapi kalau memang udah curhatnya  ga bisa dibendung, aku siap mendengarkan, hehehe”
Berat rasanya mengatakan hal ini. Konflik batin yang sedang terjadi di hatiku saat ini menutup segala celah untuk tidak bernegosiasi dengan kebohongan untuk menyembunyikan segala kemunafikan betapa aku begitu gembira bisa mendengar kata-katanya, membaca tulisannya, meski yang dibahas bukanlah cerita tentang kita, tapi tentang kamu dan dia.

Anonim
“Suatu hari aku melihat seorang putri sedang berlari di sebuah taman yang dihiasi dengan bunga-bunga yang indah. Aku mengikuti setiap geraknya, senyumannya,tawanya, dan ketulusan yang terpancar dari dirinya, memancarkan keindahan yang sempurna. Ingin rasanya mengenal dirinya, tapi keinginan itu terhenti saat aku menyadari ada suatu batas antara aku dan dia. Ketika seorang pangeran turun dari kudanya yang perkasa dan memberikan bunga yang indah padanya 
Aku mencoba berlari, menjauh, meninggalkan dia dan segala keajaiban sikap dan dirinya. Aku berperang  melawan rasa dan menemukan seorang putri yang lain. Aku berjuang untuk memutar duniaku, merealisasikan mimpi yang tiada kumengerti.Tapi tak semudah yang kukira, dia memilih  seorang di hatinya, dan itu bukan aku, mematahkan ranting-ranting hidupku yang dengan susah payah kurawat. Hidupku semakin kacau karena putri yang pertama, yang penuh dengan kesempurnaannya datang dan membalut luka-luka yang ada, bahkan dia siram kembali dengan butiran-butiran kasih sehingga  muncul tunas-tunas baru yang hijau namun masih sangat lemah. Akankah tunas ini layu dan mati, atau adakah harapan untuk hidup, tumbuh dan berbuah? Hanya dia yang bisa menjawabnya, semua bergantung padanya, akankah dia tetap ada?”
Hahaha, ko jadi puitis gini ... bawa tokoh-tokoh dongeng, kamu habis baca dongeng sang pangeran dan putri,ya?”
“Dian...kamu terima Alvin?
What?! Apa-apaan ini. Kenapa Sam bisa tahu soal Alvin, terima? Tahu apa dia tentang semua ini.
“Maksud kamu? Kamu kenal Alvin?”
“Alvin itu sahabat aku .Maaf,aku ga pernah cerita ke kamu. Aku dan Alvin berteman sejak 3 tahun yang lalu melalui dunia maya. Aku dan dia udah seperti kaka dan adik. Semua masalahnya, perasaannya, dia ceritakan padaku. Begitu juga aku, sebaliknya. Bahkan sebelum kita bertemu pertama kali di kelas, aku sudah kenal kamu.Tapi Alvin udah membuatku terlalu dalam  mengenalmu, betapa istimewanya dirimu dimata Alvin, semakin membuatku ingin mengenal seorang gadis sebaik dan sempurna seperti yang dia ceritakan. Dan ternyata semua itu terjawab ,saat kita bertemu di kampus yang sama. Alvin memang benar, kamu seorang gadis yang berbeda, ketulusanmu merupakan keindahan yang tiada tertandingi,yang menjadikanmu istimewa dari semua gadis yang lain.”
“Sam,apa maksud kamu menceritakan semua ini ,dan kenapa baru sekarang?”
“Dian...kamu terlalu istimewa. Aku berusaha menjauhimu, melawan rasa dalam hatiku ,karena aku tahu siapa dirimu.Tapi semakin aku berusaha melakukannya, semakin terpancar betapa menakjubkannya dirimu.Terkadang aku menyadari aku keterlaluan ,menyakiti hatimu dengan sikapku. Meski kamu ga pernah tahu betapa menyesalnya aku melakukan hal itu. Namun sikapmu tidak pernah menunjukkan amarah ,meski aku tahu ada sebersit benci buatku. Ketulusanmu menutupi kebencian itu.”
“Apa putri yang kamu maksud adalah aku? Terus bagaimana dengan Rena?”
“Ya, kamu adalah putri yang menakjubkan itu, yang ga mungkin untuk kumiliki meski hanya impian. Rena adalah pelampiasan putaran  hatiku yang  kehilangan arah. Tapi tetap tidak berhasil. Bukan karena dia telah memilih yang lain. Sejujurnya karena kamu selalu ada. Kamu selalu membayangi! Bukan hanya membayangi, tapi kamu selalu ada! Ini semua karena kamu, Dian! Ini semua tentangmu!”

Anonim
“Ga Sam, ga mungkin Ini masalah perasaanmu, bukan aku! Kamu pasti salah. Bagaimana dengan perkataan kamu waktu itu, kalau kamu akan mencintai Rena sampai kapanpun?”
“Kalau seandainya bisa, aku akan mengganti Rena dalam pernyataan itu, dengan nama Dian...”
“Hentikan Sam! Hentikan semua ini! Apa arti persahabatan kita yang baru terbentuk, apa maksudmu dengan mempermainkanku seperti ini?”
 “Dian...aku sama sekali ga mempermainkanmu. Ini kejujuran hatiku. Rasa yang telah lama kupendam.”


Sejenak tiada respon.Tanganku terasa tidak kuat lagi mengetik kata-kata untuk menumpahkan rasa, betapa aku kacau saat ini.
          “Dian....”
“Apa Alvin sudah mengetahui hal ini?” tanyaku
 “Tiga hari sebelum kamu pulang”
Oh, damn! Tiga hari sebelum aku pulang, berarti malam itu, ketika Sam mengantarku ke kosan.
Berarti saat Alvin mengungkapkan perasaanya, dia sudah tahu bahwa Sam juga menaruh perasaan yang sama padaku. Di belakangku mereka tega berbuat seperti ini. Aku merasa sangat bodoh sekarang. Kenapa Alvin tega? Lantas apa maksud perkataannya Dengar suara hati kamu.Kita harus memastikan cinta yang kita pilih. Jangan sampai asal pilih,,ntar nyesal lho.
Apa ini hanya dari sisi dia dan Sam, di mana posisiku sekarang, apa yang mereka berdua ketahui tentang perasaanku........
(Bersambung minggu depan)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar