Kamis, 02 Agustus 2012

Cerpen : Kelabu


Kelabu
Oleh : Eli Susiani Ginting
Alumnus Sekolah Tinggi Akutansi Negara Jakarta
Facebook : eli.s.ginting  

Eli S. Ginting














         Banyak yang mengatakan bahwa jatuh cinta itu adalah sesuatu yang begitu indah. Banyak dari mereka yang menggambarkan berbagai warna ketika cinta itu datang dan kemudian menyebarkannya ke berbagai sudut ruang lingkungannya ,,, bergerak terus seiring gerakan hati yang dituntun menuju tempat yang terindah yang tidak pernah dapat diprediksi kapan akan berhenti untuk berkarya ….



Aku sudah berjuang keras untuk membenarkan prinsip yang terpatri di suatu habitat yang disebut ‘normal’. Segala kerikil dan pasir kusingkirkan demi menemukan tempat, di mana aku dapat melukiskan dengan halus segala keindahan yang mereka deklarasikan. Tapi tetap saja … tiada yang berubah, aku menemukan warna itu tetap kabur ... aku mengulang kembali, menghapusnya dan melukiskan kembali dengan pertimbangan dan ukuran yang kuanggap tepat ... namun, sama. Aku tetap tidak menemukan warna pelangi yang menghiasi langitku. Kelabu, kabur, tidak jelas ,,, ini yang dapat kugambarkan …

Keadaan memang terkadang tidak lagi dapat diajak kompromi. Ketegasan berdiri tegak di antara pengakuan lemahnya hati yang tidak mampu untuk membohongi, tidak mampu untuk menutupi…
Alex mungkin bukan seorang sahabat yang baik. Dirinya terlalu sering menganggapku kecil dalam segala hal. Sikapnya seringkali membuatku seolah terperangkap menjadi sebuah titik di antara bangunan-bangunan besar. Mungkin aku terlalu berlebihan dalam menggambarkan betapa mudahnya dia meruntuhkan tembok yang telah kubangun bertahun-tahun sebagai kebanggaanku ... kini semuanya hancur menjadi puing-puing ketika aku bersamanyaSering aku membenci angin yang membawa  suaranya kepadaku, sering aku menyalahkan cahaya yang memerlihatkan dirinya dengan jelas di hadapanku…
Tetapi tetap saja aku tiada berdaya untuk berbohong pada hati kecil ini,,, bahwa di saat yang sama aku mengucapkan kata rindu lewat angin yang berhembus, sekiranya  bermurah hati untuk menghantarkan ucapan rindu buat dia yang kuyakin tidak akan pernah bisa mendengarnya … dan di waktu yang sama pula aku dapat berterimakasih pada cahaya pagi sehingga aku dapat melihat  senyumannya dengan jelas…
Kapal ini semakin terombang-ambing ... jauh ke tengah lautan luas yang belum kelihatan sama sekali di manakah daratan itu berada,,, berapa lama lagi kah kapal ini dapat berlabuh dan mengakhiri perjalanan yang penuh dengan tantangan dan menikmati kelegaan lepas dari ketidakjelasan ketika berada di tengah lautan. Siapa sebenarnya yang mengemudikan kapal ini? Adakah keahlian yang dimiliki sebelum mengembangkan layar dan mulai untuk mengarungi lautan? Semua ini seakan mengalir dengan dorongan yang entah dari mana datangnya,,, hanya bermodalkan keberanian dan rasa keingintahuan akan apa yang ada si seberang sana ...
Sungguh suatu hal yang tidak bisa aku jawab sampai sekarang ...

Pertemuan 3 tahun yang lalu dengan dirinya adalah suatu hal yang sangat biasa. Aku berada di tengah-tengah kejayaanku dan memandang warna polos ketika aku memandangnya. Warna-warna cerah yang mengelilingiku mengalahkannya dengan sekali goresan saja.  Kami bersahabat layaknya hubungan yang dimulai dan  diikuti dengan berbagai kegiatan yang membawa kami dalam suatu keadaan ‘terbiasa’… Satu hal yang kupahami, Alex adalah sahabat yang begitu baik. Alex seorang yang memiliki karakter yang begitu kuat. Ia adalah seseorang yang berpegang pada prinsipnya dan bijaksana dalam hal menyampaikan sesuatu yang begitu berharga dari pikirannya ... Alex seorang pria yang membuka matanya dengan jelas untuk melihat dengan jelas lingkungannya, mengenalinya dengan baik, menggerakkan tangan dan kakinya kemanapun hatinya bergerak … Banyak hal yang kami alami bersama dan saat itu aku tak lebihnya hanya mendapat peran sebagai seorang penonton, yang menyaksikan kejadian-kejadian luar biasa yang tak pernah terpikir dan tidak dapat diduga hanya dengan melihat kejadian sebelumnya …  selalu punya cara yang berbeda, ide tak terduga, yang selalu  baru dalam menghadapi setiap hal yang diperhadapkan kepadanya.

Waktu terus berjalan. Aku dan Alex semakin dekat ... aku semakin memiliki banyak kesempatan  untuk mempelajari kehidupannya. Demikian pula kesempatannya untuk mengajariku lebih banyak hal,,, Bagi orang lain, aku adalah orang yang memiliki banyak hal yang patut untuk dibanggakan dan dijadikan seperti sebuah cermin dan sepasang jejak di padang gurun yang luas ... Tetapi ketika bersama Alex, semua itu hilang sekejap. Ketika bersamanya diri ini lebih memilih untuk datang dengan tangan hampa dan dia yang akan mengisinya buatku dengan berbagai pengalaman baru tiap harinya yang selalu dapat membuatku berdecak kagum akan kebijaksanaannya dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan bijak dengan cepat dan tepat. 'Terbiasa' … adalah kata yang patut menggambarkan kondisi ini. Aku terbiasa membuka pagiku dengan senyumannya. Aku terbiasa melakukan kegiatanku dengan dorongan semangat darinya yang selalu datang tepat dan tidak pernah tertuang kata  ‘boros’.
Terbiasa mengatasi masalahku dengan merundingkan terlebih dahulu dengannya yang tidak akan membuatku merasa nyaman atau berbagai hal yang disebut ‘melupakan sejenak masalah tersebut’, tetapi sebaliknya,,, dia datang dan membuatku semakin tertantang untuk menyelesaikannya dengan segala keyakinan dan kemampuan yang dia yakinkan ada dalam diriku. Dia tidak akan mewarnai kata-katanya dengan sebongkah kebohongan untuk menenangkanku ... Dia pria yang tegas dalam memuji, membenarkan, menyalahkan dan menegurku …  Dia dapat membuatku terpukau dengan indahnya ketika dia memujiku ... namun aku dapat pula merasakan teguran yang keras ketika aku melakukan kesalahan, tetapi semua itu selalu membuatku semakin mengaguminya…

Bukan suatu dusta bahwa aku pernah memikirkan dirinya ketika malam hariku tiba dan aku menyelesaikan rutinitasku. Bukan suatu kebohongan belaka bahwa aku pernah merindukannya begitu dalam ketika hal-hal  yang kusebut  ‘terbiasa’  itu mulai memudar….
Apa aku terlalu membawa perasaanku dalam hal ini? Sebab dia tidak pernah memperlihatkan kecanggungan sedikitpun, keresahan, ataupun kebingungan dalam hubungan persahabatan ini. Semua mengalir begitu saja. Semua dia lakukan dengan baik, bagaikan air mengalir tanpa hambatan apapun.

Setelah dua tahun persahabatan ini, aku akui aku mulai menyukainya. Meski belum kumengerti rasa suka atau rasa kagum yang sesungguhnya terpendam di hati ini. Namun yang pasti aku menginginkannya untuk selalu berada di dekatku, mendengarkan cerita-ceritaku di kala aku ingin bercerita, meyakinkanku dengan tegas di saat aku bingung, menegurku dengan keras di saat aku salah ... Aku rindu melihat senyumnya dan kebaikan hatinya yang tulus bagi setiap orang tanpa memandang apapun sebagai batasan,,, hatinya terlalu luas untuk diselami … Dua kata ... Aku menyukainya !

                Tetapi ....... .ini yang menjadi awal warna kelabu tersebut. Ini yang menjadi landasan sehingga aku tidak dapat  membenarkan prinsip yang terpatri di suatu habitat yang disebut ‘normal’.  Ya,,, ketika muncul kata ‘suka’ dalam hati ini. 
Awal mulanya,,, ketika aku begitu menjaga sikapku, menjadi seseorang yang sebenarnya kuyakin bukanlah diriku yang seutuhnya. Ada rasa segan jikalau aku berbuat kesalahan di depannya ... ada rasa bangga kalau dia memujiku akan keberhasilanku, ada rasa sedih ketika terpancar kesedihan di matanya..satu hal,, ada rasa yang tidak bisa kugambarkan hingga sekarang,,, ketika dia butuh kekuatan dan dorongan semangat untuk meyakinkannya bahwa dia bisa … meski hal yang satu ini jarang sekali dia tunjukkan kepadaku. Kusadari, begitu besar dampak kehadiran Alex buat diriku. Mulai dari kedewasaan sikapku, ke-hiperaktivan ku yang mulai dapat terkontrol hingga ia menyebutku ‘bijaksana dan dewasa’ … kata-kata yang sangat berarti hingga sekarang,,,
Lalu di mana letak warna kelabu itu??
Malam itu,,, ketika bumi seakan runtuh diatasku ... seakan ada gelombang air yang besar menenggelamkanku,,, ketika dia menyatakan hal yang tak pernah sedikit pun terlintas dalam bayanganku jika melihat keadaan ‘terbiasa’ antara  aku dan dirinya ... mungkin salahku terlalu memaksanya untuk mengerti setiap hari-hariku, ceritaku, sehingga dia akan selalu mengurungkan niatnya untuk menyatakan yang sesungguhnya ...
Tetapi aku tahu dan sangat yakin aku berhak berteriak dan memberontak untuk hal yang satu ini,,, yang aku anggap sama sekali tidak adil buatku,,, aku benar-benar merasa kecil,, tembok itu runtuh dan aku hancur berkeping-keping …
Malam itu, ketika dia mengakui sebuah kejujuran di depan diriku dan di depan orang lain, bahwa  dia telah menemukan  seorang wanita yang telah menjadi lentera hatinya saat itu … Aku tahu bahwa aku tidak sebaiknya marah karena diriku lah yang berspekulasi terlalu besar akan hal ‘terbiasa’ tersebut … namun aku juga sangat berhak menyatakan keterkejutanku akan sesuatu yang menurutku sangat tiba-tiba,,, layaknya bangunan tembok yang kubangun dan  berdiri megah,,, sebab aku membangun dan menghias tembok tersebut atas kerjasama dengannya ... dengan dirinya ... dengan kegiatan ‘terbiasa’,,, tapi, tiba-tiba saja dengan tiada pemberitahuan terlebih dahulu,,, ia merubuhkan tembok tersebut ...tanpa ada penjelasan dan alasan apapun,,, karena memang dia berhak ... namun apa yang sebenarnya terjadi ini tidak lagi dapat kuubah…
Ya,,, dia sama sekali tidak pernah tahu isi hatiku yang sebenarnya atau memang dia berusaha untuk tidak mau mengerti,,, yang pasti kini aku akan kehilangan hal ‘terbiasa’ itu … aku yakin , bahkan terlalu sangat yakin akan hal itu …
Hatiku hancur, dan sempat ingin berlari jauh meninggalkan dirinya, menyembunyikan diri di suatu belahan dunia yang dapat membuatku menyadari bahwa ini nyata dan aku harus menerimanya …
Jujur,,, aku sedih,, aku merasa tidak akan sanggup kehilangan senua hal ‘terbiasa’ tersebu …
Di kala kata ‘suka’ itu dan segala hal dan rasa baru mulai timbul dalam diriku,,, saat itu pula perasaanku harus berjuang kuat untuk menghilangkan segala rasa tersebut dan menggantikannya dengan sesuatu yang sama sekali belum jelas tergambar,,,  apapun itu ...
                Tapi itulah keunikannya …

Alex mungkin bukan seorang sahabat yang baik. Dirinya terlalu sering menganggapku kecil dalam segala hal. Sikapnya seringkali membuatku seolah terperangkap menjadi sebuah titik diantara bangunan-bangunan besar. Mungkin aku terlalu berlebihan dalam menggambarkan betapa mudahnya dia meruntuhkan tembok yang telah kubangun bertahun-tahun sebagai kebanggaanku..kini semuanya hancur menjadi puing-puing ketika aku bersamanya…

      Warna kelabu itu mulai terukir,,, ketika aku tetap mengharapkan hal ‘terbiasa’ itu ada …
ketika aku harus kuat mengikuti alur perjalanan ini ... ketika aku harus berjuang untuk menjadikan sebagai suatu hal yang biasa,,, ketika dia dan yang disebut sebagai lentera hatinya mengisi hari-hariku ...ada harapan hal ‘terbiasa’ yang kuakui kini sesungguhnya sudah mulai memudar,,, namun aku masih tetap berharap kini tetap ada dan terjadi untukku meski dengan sedikit imajinasi  untuk menggambarkannya sebagai suatu hal yang ‘sama ‘ dalam benakku…. salahkah?


Aku sudah berjuang keras untuk membenarkan prinsip yang terpatri di suatu habitat yang disebut ‘normal’. Segala kerikil dan pasir kusingkirkan demi menemukan tempat dimana aku dapat melukiskan dengan halus segala keindahan yang mereka deklarasikan. Tapi tetap saja… tiada yang berubah, aku menemukan warna itu tetap kabur, aku mengulang kembali, menghapusnya dan mel ukiskan kembali dengan pertimbangan dan ukuran yang kuanggap tepat.. namun, sama. Aku tetap tidak menemukan warna pelangi yang menghiasi langitku. Kelabu, kabur, tidak jelas,,, ini yang dapat kugambarkan…

Ini kah yang mereka sebut ‘jatuh cinta’ ? tapi mengapa tiada kudapati warna indah,,ketika aku pertama kali merasakannya ..? tapi warna kelabu,,, sesuatu yang tidak memberi kejelasan akan apa yang sedang aku kerjakan ... hanya mengalir mengikuti arus ….
                Kapalku terus berlayar,,,terus menjalani perjalanan kisah ini bersamanya …meski kini dengan seorang yang telah menjadi lentera hatinya.


Kapal ini semakin terombang-ambing..jauh ke tengah lautan luas yang belum kelihatan sama sekali dimanakah daratan itu berada,, berapa lama lagi kah kapal ini dpaat berlabuh dan mengakhiri perjalanan yang penuh dengan tantangan dan menikmati kelegaan lepas dari ketidakjelasan ketika berada di tengah lautan. .
siapa sebenarnya yang mengemudikan kapal ini? 
Adakah keahlian yang dimiliki sebelum mengembangkan layar dan mulai untuk mengarungi lautan? 
Semua ini seakan mengalir dengan dorongan yang entah dari mana datangnya,,, hanya bermodalkan keberanian dan rasa keingintahuan akan apa yang ada si seberang sana ...
Sungguh suatu hal yang tidak bisa aku jawab sampai sekarang ...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar