Kelabu
Oleh : Eli Susiani Ginting
Alumnus Sekolah Tinggi Akutansi Negara Jakarta
Alumnus Sekolah Tinggi Akutansi Negara Jakarta
Banyak yang mengatakan bahwa jatuh cinta itu adalah sesuatu yang begitu indah. Banyak dari mereka yang menggambarkan berbagai warna ketika cinta itu datang dan kemudian menyebarkannya ke berbagai sudut ruang lingkungannya ,,, bergerak terus seiring gerakan hati yang dituntun menuju tempat yang terindah yang tidak pernah dapat diprediksi kapan akan berhenti untuk berkarya ….
Aku
sudah berjuang keras untuk membenarkan prinsip yang terpatri di suatu habitat
yang disebut ‘normal’. Segala kerikil dan pasir kusingkirkan demi menemukan
tempat, di mana aku dapat melukiskan dengan halus segala keindahan yang mereka
deklarasikan. Tapi tetap saja … tiada yang berubah, aku menemukan warna itu
tetap kabur ... aku mengulang kembali, menghapusnya dan melukiskan kembali
dengan pertimbangan dan ukuran yang kuanggap tepat ... namun, sama. Aku tetap
tidak menemukan warna pelangi yang menghiasi langitku. Kelabu, kabur, tidak
jelas ,,, ini yang dapat kugambarkan …
Keadaan memang terkadang tidak lagi dapat diajak kompromi.
Ketegasan berdiri tegak di antara pengakuan lemahnya hati yang tidak mampu
untuk membohongi, tidak mampu untuk menutupi…
Alex
mungkin bukan seorang sahabat yang baik. Dirinya terlalu sering menganggapku kecil dalam segala hal. Sikapnya
seringkali membuatku seolah terperangkap menjadi sebuah titik di antara
bangunan-bangunan besar. Mungkin aku terlalu berlebihan dalam menggambarkan
betapa mudahnya dia meruntuhkan tembok yang telah kubangun bertahun-tahun
sebagai kebanggaanku ... kini semuanya hancur menjadi puing-puing ketika aku bersamanya … Sering aku membenci angin yang membawa suaranya kepadaku, sering aku
menyalahkan cahaya yang memerlihatkan dirinya dengan jelas di hadapanku…
Tetapi tetap saja aku tiada berdaya untuk berbohong pada hati kecil ini,,, bahwa di saat yang sama aku mengucapkan kata rindu lewat angin yang berhembus, sekiranya bermurah hati untuk menghantarkan ucapan rindu buat dia yang kuyakin tidak akan pernah bisa mendengarnya … dan di waktu yang sama pula aku dapat berterimakasih pada cahaya pagi sehingga aku dapat melihat senyumannya dengan jelas…
Tetapi tetap saja aku tiada berdaya untuk berbohong pada hati kecil ini,,, bahwa di saat yang sama aku mengucapkan kata rindu lewat angin yang berhembus, sekiranya bermurah hati untuk menghantarkan ucapan rindu buat dia yang kuyakin tidak akan pernah bisa mendengarnya … dan di waktu yang sama pula aku dapat berterimakasih pada cahaya pagi sehingga aku dapat melihat senyumannya dengan jelas…
Kapal ini semakin terombang-ambing ... jauh ke
tengah lautan luas yang belum kelihatan sama sekali di manakah daratan itu
berada,,, berapa lama lagi kah kapal ini dapat berlabuh dan mengakhiri
perjalanan yang penuh dengan tantangan dan menikmati kelegaan lepas dari
ketidakjelasan ketika berada di tengah lautan. Siapa sebenarnya yang mengemudikan
kapal ini? Adakah keahlian yang dimiliki sebelum mengembangkan layar dan mulai
untuk mengarungi lautan? Semua ini seakan mengalir dengan dorongan yang entah
dari mana datangnya,,, hanya bermodalkan keberanian dan rasa keingintahuan akan
apa yang ada si seberang sana ...
Sungguh suatu hal yang tidak bisa aku jawab sampai
sekarang ...
Pertemuan 3 tahun yang lalu dengan dirinya adalah suatu
hal yang sangat biasa. Aku berada di tengah-tengah kejayaanku dan memandang
warna polos ketika aku memandangnya. Warna-warna cerah yang mengelilingiku
mengalahkannya dengan sekali goresan saja.
Kami bersahabat layaknya hubungan yang dimulai dan diikuti dengan
berbagai kegiatan yang membawa kami dalam suatu keadaan ‘terbiasa’… Satu hal
yang kupahami, Alex adalah sahabat yang begitu baik. Alex seorang yang memiliki
karakter yang begitu kuat. Ia adalah seseorang yang berpegang pada prinsipnya
dan bijaksana dalam hal menyampaikan sesuatu yang begitu berharga dari
pikirannya ... Alex seorang pria yang membuka matanya dengan jelas untuk
melihat dengan jelas lingkungannya, mengenalinya dengan baik, menggerakkan
tangan dan kakinya kemanapun hatinya bergerak … Banyak hal yang kami alami
bersama dan saat itu aku tak lebihnya hanya mendapat peran sebagai seorang
penonton, yang menyaksikan kejadian-kejadian luar biasa yang tak pernah
terpikir dan tidak dapat diduga hanya dengan melihat kejadian sebelumnya … selalu punya cara yang berbeda, ide tak
terduga, yang selalu baru dalam menghadapi setiap hal yang diperhadapkan
kepadanya.
Waktu terus berjalan. Aku dan Alex semakin dekat ... aku
semakin memiliki banyak kesempatan untuk mempelajari kehidupannya. Demikian
pula kesempatannya untuk mengajariku lebih banyak hal,,, Bagi orang lain, aku
adalah orang yang memiliki banyak hal yang patut untuk dibanggakan dan
dijadikan seperti sebuah cermin dan sepasang jejak di padang gurun yang luas ...
Tetapi ketika bersama Alex, semua itu
hilang sekejap. Ketika bersamanya diri ini lebih memilih untuk datang dengan
tangan hampa dan dia yang akan mengisinya buatku dengan berbagai pengalaman
baru tiap harinya yang selalu dapat membuatku berdecak kagum akan
kebijaksanaannya dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan bijak
dengan cepat dan tepat. 'Terbiasa' … adalah kata yang patut menggambarkan
kondisi ini. Aku terbiasa membuka pagiku dengan senyumannya. Aku terbiasa
melakukan kegiatanku dengan dorongan semangat darinya yang selalu datang tepat
dan tidak pernah tertuang kata ‘boros’.
Terbiasa mengatasi masalahku dengan merundingkan terlebih
dahulu dengannya yang tidak akan membuatku merasa nyaman atau berbagai hal yang
disebut ‘melupakan sejenak masalah tersebut’, tetapi sebaliknya,,, dia datang
dan membuatku semakin tertantang untuk menyelesaikannya dengan segala keyakinan
dan kemampuan yang dia yakinkan ada dalam diriku. Dia tidak akan mewarnai
kata-katanya dengan sebongkah kebohongan untuk menenangkanku ... Dia pria yang
tegas dalam memuji, membenarkan, menyalahkan dan menegurku … Dia dapat
membuatku terpukau dengan indahnya ketika dia memujiku ... namun aku dapat pula
merasakan teguran yang keras ketika aku melakukan kesalahan, tetapi semua itu
selalu membuatku semakin mengaguminya…
Bukan
suatu dusta bahwa aku pernah memikirkan dirinya ketika malam hariku tiba dan
aku menyelesaikan rutinitasku. Bukan
suatu kebohongan belaka bahwa aku pernah merindukannya begitu dalam ketika
hal-hal yang kusebut ‘terbiasa’ itu mulai memudar….
Apa aku terlalu membawa perasaanku dalam hal ini? Sebab dia tidak pernah memperlihatkan kecanggungan sedikitpun, keresahan, ataupun kebingungan dalam hubungan persahabatan ini. Semua mengalir begitu saja. Semua dia lakukan dengan baik, bagaikan air mengalir tanpa hambatan apapun.
Apa aku terlalu membawa perasaanku dalam hal ini? Sebab dia tidak pernah memperlihatkan kecanggungan sedikitpun, keresahan, ataupun kebingungan dalam hubungan persahabatan ini. Semua mengalir begitu saja. Semua dia lakukan dengan baik, bagaikan air mengalir tanpa hambatan apapun.
Setelah dua tahun persahabatan ini, aku akui aku mulai
menyukainya. Meski belum kumengerti
rasa suka atau rasa kagum yang sesungguhnya terpendam di hati ini. Namun yang
pasti aku menginginkannya untuk selalu berada di dekatku, mendengarkan
cerita-ceritaku di kala aku ingin bercerita, meyakinkanku dengan tegas di saat
aku bingung, menegurku dengan keras di saat aku salah ... Aku rindu melihat
senyumnya dan kebaikan hatinya yang tulus bagi setiap orang tanpa memandang
apapun sebagai batasan,,, hatinya terlalu luas untuk diselami … Dua kata ... Aku menyukainya !
Tetapi
....... .ini yang menjadi awal warna kelabu tersebut. Ini yang menjadi landasan
sehingga aku tidak dapat membenarkan prinsip yang terpatri di suatu habitat
yang disebut ‘normal’. Ya,,, ketika muncul kata ‘suka’ dalam hati
ini.
Awal mulanya,,, ketika aku begitu menjaga sikapku,
menjadi seseorang yang sebenarnya kuyakin bukanlah diriku yang seutuhnya. Ada
rasa segan jikalau aku berbuat kesalahan di depannya ... ada rasa bangga kalau
dia memujiku akan keberhasilanku, ada rasa sedih ketika terpancar kesedihan di
matanya..satu hal,, ada rasa yang tidak bisa kugambarkan hingga sekarang,,,
ketika dia butuh kekuatan dan dorongan semangat untuk meyakinkannya bahwa dia
bisa … meski hal yang satu ini jarang sekali dia tunjukkan kepadaku. Kusadari,
begitu besar dampak kehadiran Alex buat diriku. Mulai dari kedewasaan
sikapku, ke-hiperaktivan ku yang mulai dapat terkontrol hingga
ia menyebutku ‘bijaksana dan dewasa’ … kata-kata yang sangat berarti hingga
sekarang,,,
Lalu di mana letak warna kelabu itu??
Malam itu,,, ketika bumi seakan runtuh diatasku ...
seakan ada gelombang air yang besar menenggelamkanku,,, ketika dia menyatakan
hal yang tak pernah sedikit pun terlintas dalam bayanganku jika melihat keadaan
‘terbiasa’ antara aku dan dirinya ... mungkin salahku terlalu memaksanya
untuk mengerti setiap hari-hariku, ceritaku, sehingga dia akan selalu
mengurungkan niatnya untuk menyatakan yang sesungguhnya ...
Tetapi aku tahu dan sangat yakin aku berhak berteriak dan
memberontak untuk hal yang satu ini,,, yang aku anggap sama sekali tidak adil
buatku,,, aku benar-benar merasa kecil,, tembok itu runtuh dan aku hancur
berkeping-keping …
Malam itu, ketika dia mengakui sebuah kejujuran di depan
diriku dan di depan orang lain, bahwa dia telah menemukan seorang
wanita yang telah menjadi lentera hatinya saat itu … Aku tahu bahwa aku tidak
sebaiknya marah karena diriku lah yang berspekulasi terlalu besar akan hal
‘terbiasa’ tersebut … namun aku juga sangat berhak menyatakan keterkejutanku
akan sesuatu yang menurutku sangat tiba-tiba,,, layaknya bangunan tembok yang
kubangun dan berdiri megah,,, sebab aku membangun dan menghias tembok
tersebut atas kerjasama dengannya ... dengan dirinya ... dengan kegiatan
‘terbiasa’,,, tapi, tiba-tiba saja dengan tiada pemberitahuan terlebih dahulu,,,
ia merubuhkan tembok tersebut ...tanpa ada penjelasan dan alasan apapun,,,
karena memang dia berhak ... namun apa yang sebenarnya terjadi ini tidak lagi dapat
kuubah…
Ya,,, dia sama sekali tidak pernah tahu isi hatiku yang
sebenarnya atau memang dia berusaha untuk tidak mau mengerti,,, yang pasti kini
aku akan kehilangan hal ‘terbiasa’ itu … aku yakin , bahkan terlalu sangat
yakin akan hal itu …
Hatiku hancur, dan sempat ingin berlari jauh meninggalkan
dirinya, menyembunyikan diri di suatu belahan dunia yang dapat membuatku
menyadari bahwa ini nyata dan aku harus menerimanya …
Jujur,,, aku sedih,, aku merasa tidak akan sanggup
kehilangan senua hal ‘terbiasa’ tersebu …
Di kala kata ‘suka’ itu dan segala hal dan rasa baru
mulai timbul dalam diriku,,, saat itu pula perasaanku harus berjuang kuat untuk
menghilangkan segala rasa tersebut dan menggantikannya dengan sesuatu yang sama
sekali belum jelas tergambar,,, apapun
itu ...
Tapi itulah keunikannya …
Alex mungkin bukan seorang sahabat yang baik. Dirinya terlalu sering menganggapku kecil dalam segala hal. Sikapnya seringkali membuatku seolah terperangkap menjadi sebuah titik diantara bangunan-bangunan besar. Mungkin aku terlalu berlebihan dalam menggambarkan betapa mudahnya dia meruntuhkan tembok yang telah kubangun bertahun-tahun sebagai kebanggaanku..kini semuanya hancur menjadi puing-puing ketika aku bersamanya…
Warna kelabu itu mulai terukir,,, ketika aku tetap
mengharapkan hal ‘terbiasa’ itu ada …
ketika aku harus kuat mengikuti alur perjalanan ini ... ketika aku harus berjuang untuk menjadikan sebagai suatu hal yang biasa,,, ketika dia dan yang disebut sebagai lentera hatinya mengisi hari-hariku ...ada harapan hal ‘terbiasa’ yang kuakui kini sesungguhnya sudah mulai memudar,,, namun aku masih tetap berharap kini tetap ada dan terjadi untukku meski dengan sedikit imajinasi untuk menggambarkannya sebagai suatu hal yang ‘sama ‘ dalam benakku…. salahkah?
ketika aku harus kuat mengikuti alur perjalanan ini ... ketika aku harus berjuang untuk menjadikan sebagai suatu hal yang biasa,,, ketika dia dan yang disebut sebagai lentera hatinya mengisi hari-hariku ...ada harapan hal ‘terbiasa’ yang kuakui kini sesungguhnya sudah mulai memudar,,, namun aku masih tetap berharap kini tetap ada dan terjadi untukku meski dengan sedikit imajinasi untuk menggambarkannya sebagai suatu hal yang ‘sama ‘ dalam benakku…. salahkah?
Aku sudah berjuang keras untuk membenarkan prinsip yang terpatri di suatu habitat yang disebut ‘normal’. Segala kerikil dan pasir kusingkirkan demi menemukan tempat dimana aku dapat melukiskan dengan halus segala keindahan yang mereka deklarasikan. Tapi tetap saja… tiada yang berubah, aku menemukan warna itu tetap kabur, aku mengulang kembali, menghapusnya dan mel ukiskan kembali dengan pertimbangan dan ukuran yang kuanggap tepat.. namun, sama. Aku tetap tidak menemukan warna pelangi yang menghiasi langitku. Kelabu, kabur, tidak jelas,,, ini yang dapat kugambarkan…
Ini kah yang mereka sebut ‘jatuh cinta’ ? tapi mengapa tiada kudapati warna
indah,,ketika aku pertama kali merasakannya ..? tapi warna kelabu,,, sesuatu
yang tidak memberi kejelasan akan apa yang sedang aku kerjakan ... hanya
mengalir mengikuti arus ….
Kapalku terus
berlayar,,,terus menjalani perjalanan kisah ini bersamanya …meski kini dengan
seorang yang telah menjadi lentera hatinya.
Kapal ini semakin
terombang-ambing..jauh ke tengah lautan luas yang belum kelihatan sama sekali
dimanakah daratan itu berada,, berapa lama lagi kah kapal ini dpaat berlabuh
dan mengakhiri perjalanan yang penuh dengan tantangan dan menikmati kelegaan
lepas dari ketidakjelasan ketika berada di tengah lautan. .
siapa sebenarnya yang mengemudikan kapal ini?
siapa sebenarnya yang mengemudikan kapal ini?
Adakah keahlian yang
dimiliki sebelum mengembangkan layar dan mulai untuk mengarungi lautan?
Semua ini seakan mengalir
dengan dorongan yang entah dari mana datangnya,,, hanya bermodalkan keberanian
dan rasa keingintahuan akan apa yang ada si seberang sana ...
Sungguh suatu hal yang tidak bisa aku jawab sampai sekarang ...
Sungguh suatu hal yang tidak bisa aku jawab sampai sekarang ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar